Senin, November 18, 2013

Sabtu, November 16, 2013

Saat aku Mulai Mengenal Kata Elektabilitas

Seseorang pernah berkata padaku "Seseorang yang punya elektabilitas yang tinggi, bisa dipastikan jodohnya nanti juga akan orang yang punya tingkat elektabilitas yang sama, gak mungkin dapat jodoh orang yang punya elektabilitas rendah.".

Dari pernyataan itu aku mulai penasaran dan bertanya, apakah arti sebuah kata yang berbunyi "Elektabilitas". Karena aku malas harus mencari artinya di kamus besar bahasa indonesia, akhirya aku search aja di Google. Dan aku sedikit demi sedikit mulai mengerti arti kata itu.

Dari artikel-artikel yang aku baca, Elektabilitas punya makna yang dekat dengan Popularitas. Namun sebenarnya maknanya beda. Ini beda Pengertiannya:

Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang disesuaikan dengan kriteria pilihan. Elektabilitas bisa diterapkan kepada barang, jasa maupun orang, badan atau partai. Elektabilitas sering dibicarakan menjelang pemilihan umum. Elektabilitas partai politik berarti tingkat keterpilihan partai politik di publik. Elektabilitas partai tinggi berarti partai tersebut memiliki daya pilih yang tinggi. Untuk meningkatkan elektabilitas maka objek elektabilitas harus memenuhi kriteria keterpilihan dan juga populer.

Sedangkan popularitas adalah tingkat keterkenalan di mata public. Meskipun populer belum tentu layak dipilih. Sebaliknya meskipun punya elektabilitas sehingga layak dipilih tapi karena tidak diketahui public, maka rakyat tidak memilih. Untuk meningkatkan elektabilitas maka sangat tergantung pada teknik kampanye yang dipergunakan. Dalam masyarakat yang belum berkembang, kecocokan profesi tidak menjadi persoalan. Yang perlu diingat, tidak semua kampanye berhasil meningkatkan elektabilitas. Ada kampanye yang menyentuh, ada kampanye yang tidak menyentuh kepentingan rakyat. Sementara itu ada kampanye yang berkedok sebagai survei, dengan tujuan untuk mempengaruhi orang yang sulit membuat keputusan dan sekaligus mematahkan semangat lawan. 

Nah kalo Elektabilitas seseorang, saya mulai menangkap dan menyimpulkan kalo orang yang punya elektabilitas tinggi yaitu orang yang sering sekali dipilih orang sekitarnya untuk misalnya memimpin ataupun diserahi kepercayaan dan amanat yang penuh dengan tanggung jawab yang besar. Ya kalo menurutku, ini dikarenakan oleh kepopuleran mereka juga sich di lingkungan sekitar mereka. Mungkin memang mereka sebelumnya sudah membentuk sebuah citra diri yang kuat agar dikenal orang.Tapi ada juga menurutku, orang itu gak berniat menonjolkan citra dirinya yang baik namun banyak orang yang melihatnya sebagai seseorang yang memang pantas untuk dipilih, karena mungkin kerjanya yang bagus dan kejujurannya atau sifat baik lainnya.

Kembali ke pernyataan awal tadi tentang jodoh dan elektabilitas. Saya sebenarnya setuju juga sih sama pernyataan seseorang itu, karena menurut para motivator, dalam mencari jodoh itu ada ilmu yang namanya ilmu memantaskan diri. Katanya seumpama nilai kita 7, jodoh kita nanti ya nilainya 7. Nah kalo sekarang kita nilainya baru 6, maka kita perlu memantaskan diri sampai kita bisa mencapai nilai 7 agar kita bisa bersanding dengan jodoh kita. 

Disisi lain ada sebuah fakta, ada seorang Ayah disekitarku yang punya elektabilitas tinggi menurutku. Aku bisa bilang begitu karena kalo dilihat dari perjalanan hidupnya dan kegiatannya sekarang, beliau banyak sekali mengikuti organisasi kemasyarakatan, dan beliau juga sering sekali dipilih masyarakat untuk menjadi seorang pemimpin. Sedangkan istrinya hanya wanita biasa, yaitu ibu rumah tangga yang mengelola keuangan keluarganya dan menjalankan bisnis kecil-kecilan suaminya. Tak seperti suaminya, kalo istrinya ikut organisasi atau semacam kumpulan, beliau hanya menjadi anggota biasa yang gak sepopuler suaminya.

Atau mungkin penilaianku pada istrinya salah. Karena penilaian manusia dasarnya banyak cacat dan salah, Hanya penilaian Allah lah yang benar. Hanya Allah yang tau...

Tulisan Ini saya tulis karena sebuah keheranan saya pada pernyataan awal. Saya mulai sadar diiri ketika mendengar pernyataan tersebut. Menyadari diri saya bahwa saya adalah orang biasa yang jauh dari elektabilitas yang tinggi dan kepopuleran. Maka ketika saya mulai berharap pada seseorang yang ternyata punya elektabilitas yang tinggi, saya mulai menyadarkan diri saya untuk berharap hanya pada Allah. Agar aku tidak kecewa. Dan memasrahkan semua mimpi itu pada-Nya semata. Biar Allah saja yang  pilihkan Jodoh yang benar-benar pantas untuk saya yang biasa ini.
^__^