Sekitar 5 menit berlalu aku sampai ke warung mi ayam
pangsit yang ia maksud. Setelah hampir sampai di depan warung itu, aku
melihatnya sudah duduk di kursi pembeli sambil mengembangkan senyumnya padaku.
Aku segera mamarkirkan motor matic ku.
Segera ku menghampirinya.
“Assalamu’alaikum,
sudah lama?” sambil tersenyum ramah.
“Wa’alaikumsalam, baru kok. Mau milih tempat yang mana?”
“Di dalem aja ya.” Aku menunjuk salah satu bangku yang berada di dalam warung itu.
“Wa’alaikumsalam, baru kok. Mau milih tempat yang mana?”
“Di dalem aja ya.” Aku menunjuk salah satu bangku yang berada di dalam warung itu.
Kami duduk menghadap tembok, dengan meja yang
terkesan kecil dan menempel tembok, lebarnya sekitar 50 cm namun cukup panjang
hampir 2 meter. Kami duduk bersebelahan, namun ada jarak satu kursi dari tempat
duduk kami. Tempat itu tak cukup ramai, hanya ada 3 orang pembeli termasuk
kami, dan seorang penjual wanita yang sudah memiliki cukup banyak kerutan di
wajahnya, berambut ikal pendek dan mengenakan blouse lengan pendek serta celana
abu-abu pendek selutut. Wanita itu mendekati kami dan bertanya, “Mau pesan apa?
Mi ayam, bakso, atau mi bakso?”
“Aku mi ayam saja, kamu apa?” Rafa memandangiku sambil menanyaiku.
Mataku spontan melihat ke kanan atas dan akhirnya menjawab, “aku sama, mi ayam saja. Minumnya teh anget aja ya bu.”
Wanita itu bertanya lagi pada Rafa, “Lha masnya minumnya apa?.”
“Aku es teh aja bu.” Jawab Rafa sambil mengakhirinya dengan senyum. Dan wanita itu meninggalkan kami.
“Aku mi ayam saja, kamu apa?” Rafa memandangiku sambil menanyaiku.
Mataku spontan melihat ke kanan atas dan akhirnya menjawab, “aku sama, mi ayam saja. Minumnya teh anget aja ya bu.”
Wanita itu bertanya lagi pada Rafa, “Lha masnya minumnya apa?.”
“Aku es teh aja bu.” Jawab Rafa sambil mengakhirinya dengan senyum. Dan wanita itu meninggalkan kami.