Ternyata belum pernah ya blog saya ini menceritakan tentang ibuku.
Setiap aku akan menulis tentang ibu, rasanya terlalu banyak perasaan yang sulit diungkapkan meski lewat tulisan.
Untuk menjelasakan betapa baiknya beliau juga rasanya aku tak sanggup, terlalu banyak kata yang mungkin akan mampu memenuhi ribuan buku catatan di rak bukuku, serta ribuan bahkan jutaan postingan di blogku. Namun yang aku tahu, dia adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menjaga dan menyayangi anak-anaknya.
Aku mencintaimu ibu...
Setiap aku akan menulis tentang ibu, rasanya terlalu banyak perasaan yang sulit diungkapkan meski lewat tulisan.
Untuk menjelasakan betapa baiknya beliau juga rasanya aku tak sanggup, terlalu banyak kata yang mungkin akan mampu memenuhi ribuan buku catatan di rak bukuku, serta ribuan bahkan jutaan postingan di blogku. Namun yang aku tahu, dia adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menjaga dan menyayangi anak-anaknya.
Aku mencintaimu ibu...
Sepeda dan ibu, kenapa saya memilih judul ini. Karena aku ingin menuliskan kisah ibuku dan sepeda yang sering dikayuhnya. Meski zaman telah modern dan kendaraan bermotor sudah ada, dan keluarga kami pun memilikinya, namun ibuku setia memakai sepeda kayuhnya. Memang ada ketakutan tersendiri bagi ibuku untuk mengendarai sepeda motor, sehingga jikalau beliau pergi kemana-mana saat tak ada anggota keluarga yang bisa mengantarkannya pergi ke tempat tujuannya, beliau lebih memilih mengendarai sepeda kayuhnya.
Beliau sering pergi mengendarai sepedanya saat berbelanja ke pasar, ke toko grosir tempat membeli barang dagangan untuk mengisi toko di rumah, serta ke rumah tetangga untuk beberapa urusan yang mungkin jaraknya agak lumayan.
Dan aku masih ingat ketika masih kuliah memasuki semester 4-5, beliau sering memboncengkanku ke pinggir jalan raya agar aku bisa menunggu bus antar kota disana untuk berangkat ke kampus. Memang rumahku terletak cukup lumayan dari jalan raya utama, mungkin sekitar 300-400 meter. Bagiku sebenarnya itu jarak yang cukup mampu aku lalui dengan berjalan kaki, namun ibuku yang melihat aku berjalan seperti merasa kasihan. Beliau takut jikalau aku telat sampai kampus jika aku berjalan dan di pinggir jalan raya harus masih menunggu bus datang. Kurang lebih seperti itu pemikirannya. Memang pernah beberapa kali aku menolak, namun beliau tetap saja menginginkanku untuk membonceng sepeda saja dengannya.
Huh...disepanjang jalan diboncengnya hatiku rasanya terenyuh merasakan hal ini. Namun disisi lain aku juga merasa malu dan tak berguna membiarkan ibuku memboncengkan anaknya yang sudah besar. Kadang di jalanan yang agak menanjak aku bertanya, "apa aku perlu turun?". Beliau hanya menjawab, " gak usah, aku kuat." Semakin malu saja diri ini padanya.
Itu contoh kecil pengorbanan seorang ibu untuk anaknya, namun menurutku itu adalah hal yang sangat luar biasa. Dan membuatku berfikir, Apakah diri ini mampu sedikit saja membalas pengorbanannya. Ataupun kalau tidak, aku ingin bisa membuat beliau bahagia, tak hanya di dunia namun di surga.
Kasih sayang beliau benar-benar sepanjang jalan, meski aku dan anak-anaknya sudah dewasa, namun kasih sayangnya tak lantas berkurang, tapi malah terus bertambah.
Terimakasih ibu untukmu dan sepeda yang pernah mengantarku menuntut ilmu. Semoga Allah tak henti-hentinya mengalirkan pahala untukmu...
Do'akan aku anakmu agar mampu membuatmu bahagia di dunia dan akhiratmu...
:)
Beliau sering pergi mengendarai sepedanya saat berbelanja ke pasar, ke toko grosir tempat membeli barang dagangan untuk mengisi toko di rumah, serta ke rumah tetangga untuk beberapa urusan yang mungkin jaraknya agak lumayan.
Dan aku masih ingat ketika masih kuliah memasuki semester 4-5, beliau sering memboncengkanku ke pinggir jalan raya agar aku bisa menunggu bus antar kota disana untuk berangkat ke kampus. Memang rumahku terletak cukup lumayan dari jalan raya utama, mungkin sekitar 300-400 meter. Bagiku sebenarnya itu jarak yang cukup mampu aku lalui dengan berjalan kaki, namun ibuku yang melihat aku berjalan seperti merasa kasihan. Beliau takut jikalau aku telat sampai kampus jika aku berjalan dan di pinggir jalan raya harus masih menunggu bus datang. Kurang lebih seperti itu pemikirannya. Memang pernah beberapa kali aku menolak, namun beliau tetap saja menginginkanku untuk membonceng sepeda saja dengannya.
Huh...disepanjang jalan diboncengnya hatiku rasanya terenyuh merasakan hal ini. Namun disisi lain aku juga merasa malu dan tak berguna membiarkan ibuku memboncengkan anaknya yang sudah besar. Kadang di jalanan yang agak menanjak aku bertanya, "apa aku perlu turun?". Beliau hanya menjawab, " gak usah, aku kuat." Semakin malu saja diri ini padanya.
Itu contoh kecil pengorbanan seorang ibu untuk anaknya, namun menurutku itu adalah hal yang sangat luar biasa. Dan membuatku berfikir, Apakah diri ini mampu sedikit saja membalas pengorbanannya. Ataupun kalau tidak, aku ingin bisa membuat beliau bahagia, tak hanya di dunia namun di surga.
Kasih sayang beliau benar-benar sepanjang jalan, meski aku dan anak-anaknya sudah dewasa, namun kasih sayangnya tak lantas berkurang, tapi malah terus bertambah.
Terimakasih ibu untukmu dan sepeda yang pernah mengantarku menuntut ilmu. Semoga Allah tak henti-hentinya mengalirkan pahala untukmu...
Do'akan aku anakmu agar mampu membuatmu bahagia di dunia dan akhiratmu...
:)
0 komentar:
Posting Komentar