Minggu, Januari 08, 2017

Perjalanan "Sendirian" hingga Senja

Udara terasa panas siang itu, langit terlihat biru dan matahari sinarnya terik. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang selalu mendung dan hujan. Aku pikir weekend selalu menjadi kesempatan paling Asyik untuk menyenangkan diri. Entah sekedar nongkrong dan ngopi bersama sahabat atau jalan-jalan ke pusat kota. 

Kali ini aku begitu ingin sendirian, melakukan perjalanan sendirian, melihat-lihat sendirian, dan berputar-putar di sekitar sendirian. 

Awalnya aku mengajak seorang teman ke pusat kota, menyusulku kesana, namun sayangnya ada urusan yang membuatnya tak bisa menyusulku. Wah, ini benar-benar waktuku sendirian. 

Dengan motor matic yang ku kendarai dengan kecepatan rata-rata sekitar 50 km/ jam, perjalanan begitu lambat. Apalagi macet yang tiba-tiba terjadi di tengah perjalanan. Membuat perjalananku semakin terasa lama. 

Peluh mulai membanjiri wajah dan tubuhku karna panas terik yang menyengat dan kemacetan panjang yang cukup membuang waktu. Aku memasuki gang jalan baru yang belum pernah lewati. Orang-orang berkata jalan itu akan membuatku sampai ke lampu merah selanjutnya. Sebenarnya aku merasa cukup gugup setiap kali harus melewati jalan yang baru ku kenal sendirian. Ah, aku menenangkan diriku dan mencoba mengikuti feelingku. 

Hingga akhirnya aku menemukan lampu merah yang mereka maksud sebelumnya. Hatiku rasanya benar-benar lega. 

Ku lanjutkan perjalanan, sekitar 15 menit kemudian aku mampir ke masjid di pusat kota untuk melakukan solat ashar. Entah berapa lama sudah aku disana, seingatku setelah solat aku hanya duduk diam memikirkan banyak hal. Entah sudah berapa kali ada perempuan yang masuk dan keluar dari tempat solat bagian wanita itu. 

Aku hanya begitu suka memperhatikan, ada ibu-ibu yang begitu khusyuk solatnya, beberapa kali wanita muda juga singgah sebentar untuk solat, yang sepertinya memiliki rencana untuk bersenang-senang ke pusat kota, bisa terlihat dari pakaiannya yang begitu ‘anak muda' zaman sekarang. 

Tiba-tiba aku teringat, apa yang aku lakukan sendiri disini. Apa aku sedang merenung? Menyendiri? Atau sepertinya semacamnya. 

Ku pakai kaos kakiku dan masker penutup mulut serta jaketku. Aku keluar halaman menuju tempat aku memarkirkan motorku. Aku melanjutkan perjalanan, menuju tempat ramai dengan berbagai bentuk barang yang dijual. 

Aku berjalan sendirian diantara keramaian. Seperti orang yang tersesat dalam dunia baru yang tak pernah kutemui. Hanya saja aku sudah pernah kesini. Jadi aku tak tersesat. Hanya saja aku melangkahkan kakiku kesana kemari, dan bolak balik. Dari lantai satu hingga lantai tiga dan bangunan di sebrang jalan. Aku mengitarinya semua. Entah apa yang aku cari. 

Spot surga. Penjual buku merupakan tempat yang menyenangkan seperti surga bagiku. Aku bisa melihat banyak novel yang dari dulu aku idamkan di pajang di sana. Hanya saja kantong tak selaras dengan inginku. Akhirnya aku hanya melihat dan membaca beberapa sinopsis buku yang berada di sampul belakangnya. 

Aku menuju food court, melihat dan mencari beberapa tempat kosong di samping jendela kaca. Ah sayang aku tak menemukannya. Akhirnya aku melanjutkan perjalanan ke tempat ramai lain. 


Beberapa menit kemudian aku sampai. Ini lebih ramai, aku memilah-milah beberapa kebutuhan bulanan yang aku butuhkan. Setelah selesai memilih, aku langsung menuju kasir dan segera membayarnya. Antriannya ternyata tetap banyak meski sudah sore begini. Aku kembali merasa sendirian, ketika di antara antrian aku melihat orang-orang membawa teman, pasangan atau anak mereka. Aku selalu merasa mereka melihatku sinis dan penasaran karena aku sendirian. Apa yang salah dengan sendirian? 

Aku segera keluar dari sana karena waktu sudah menunjukan pukul 17:50, dan sebentar lagi saatnya solat maghrib. Aku berhenti sejenak sambil merapikan belanjaanku yang ku bawa di motor matic ku. Aku menghela nafas panjang dan menutup mata sejenak.

Aku menatap langit senja yang tak berwarna jingga membara. Ia hanya mulai gelap dan kelabu. Aku tersenyum, namun tiba-tiba senyumku tergulung ketika ingat satu wajah yang pernah kesini bersamaku. 

Sendirian memang tak selalu buruk. Tapi kali ini begitu buruk, aku seakan lupa caranya sendiri. Dan ternyata sendirian diantara keramaian tetap menakutkan bagiku, aku tetap menyukai sendiri di antara sepi. Bersembunyi dari kerumunan orang yang tak pernah mengerti apa yang aku rasakan. Aku merasa harus bersembunyi lagi, kembali ke duniaku sebelumnya.

Sendirian kali ini memang tak membuat perasaanku merasa lebih baik, tapi setidaknya aku belajar lagi bagaimana menjadi sendiri lagi. Dan aku bisa melewatkan kesempatan ber-khalwat kali ini. Hal yang kala itu sempat sangat aku syukuri dengan jutaan beban salahku pada-Nya yang aku pendam dalam dada. 
Senja sendiri lagi

*Karena senja masih berupa langit yang berisi lukisan kepahitanku*

0 komentar:

Posting Komentar