![]() |
Belajar atau bekerja? |
Aku mendapat inspirasi menulis ini setelah beberapa hari ini bolak balik ke kota Kudus, kota tetangga. Di kudus kita akan sering melihat pemandangan lalu lalang anak sekolah yang menaiki sepeda untuk transportasi mereka menuju sekolah. Masih cukup banyak pemandangan lalu lalang tersebut dilihat di kota Kudus dibanding dikotaku sendiri, yang kebanyakan anak sekolah di kotaku sangat jarang yang mau menaiki sepeda untuk alat transportasi mereka menuju sekolah.
Konon, orang-orang di kotaku terkenal dengan gengsi nya yang terlalu tinggi. Berbeda dengan orang-orang di kota Kudus yang tetap sederhana namun kebanyakan dari mereka ternyata adalah orang kaya.
Entah itu benar atau tidak, bagiku ada sebagian yang memang begitu namun tak seluruhnya benar.
Hampir setiap beberapa weekend yang aku nikmati, aku pergi ke kota Kudus. Untuk sekedar nonton bioskop atau wisata belanja, karena di kota Kudus ada beberapa mall besar yang terkenal. Hal itu berbeda dengan di kotaku, yang hanya ada satu nama swalayan besar. Selain itu kualitas barang disana berbeda jauh dengan yang ada di kota Kudus.
Setiap aku melihat anak-anak sekolah berseragam dengan berbagai motif aku selalu merasa rindu masa-masa sekolah. Di saat aku sudah merasakan dunia kerja seperti ini, aku selalu menganggap sekolah itu lebih menyenangkan. Sekolah itu hanya membuatku berfikir tentang belajar dan mendapatkan uang saku. Sedangkan bekerja, terasa lebih berat, menguras tenaga dan otak serta harus berpikir bagaimana mengelola gaji yang di dapat agar bisa digunakan untuk masa depan. Sama halnya seperti manajemen keuangan yang baik, meski tidak se-sederhana teori yang pernah ku pelajari. Juga menghadapi lingkungan kerja yang terkadang kejam dan penuh tekanan ataupun rasa bosan karena rutinitas kerjaan kantor.
Namun saat dulu aku masih sekolah, aku sering mengeluh mengapa aku harus belajar setiap hari, mengerjakan PR di malam hari dan esok nya harus belajar ke sekolah lagi. Saat masa SMA, hampir setiap malam aku mendapatkan PR matematika, fisika, dan kimia yang kebanyakan adalah soal hitung-hitungan dan itu adalah pelajaran yang paling aku tak suka dan merupakan kelemahan ku dalam pelajaran.
Pernah suatu hari aku begitu menyesal saat memikirkan aku yang dulu hanya mengeluh soal belajar dan pelajaran-pelajaran yang aku benci sehingga dulu saat SMA aku tak pernah mendapat ranking tiga besar atau bahkan mengikuti olimpiade matematika atau olimpiade apapun itu seperti mereka yang bisa membanggakan sekolah mereka di dunia luar bahkan sampe ke luar negri. Namun pikiran itu hanya sekilas dan tak pernah ingin ku sesali lagi.
Masih tentang anak SMA, ketika aku makan siang di sebuah resto masakan Jepang, aku melihat beberapa anak SMA yang masuk dan memesan makanan. Serta ada sepasang anak SMA yang terlihat seperti sepasang kekasih duduk berdua di sudut depan resto. Pemandangan yang ku lihat itu sempat membuatku berkata “WAH” dalam hati karena sedikit heran.
Anak SMA zaman sekarang nongkrongnya di tempat sebagus ini?, dengan harga menu makanan yang terbilang agak mahal menurutku. Dalam hatiku banyak pertanyaan muncul, kira-kira uang saku mereka berapa ya?apa orang tua mereka tahu kalau mereka jajan disini?apa dua orang anak SMA itu pacaran?apa si cowok yang nraktir cewek nya makan? Terus uangnya dari orang tua?
Waah...apa sedikit terdengar konyol pertanyaan-pertanyaan ku itu? Sangat di sayangkan kalau mereka sering hura-hura ke tempat seperti itu dengan uang saku yang orang tua mereka berikan. Serta di sudut yang lain, apa si cowok juga gak malu nraktir pacarnya sama uang saku dari orang tua nya?. Aku sedikit sedih mendengar kenyataan itu. Dan mengandaikan bahwa mereka tahu apa yang saya rasakan setelah saya menjadi dewasa dan harus bekerja, sehingga mereka juga bisa berpikir tentang mereka jika sudah dewasa dan bekerja nanti. Ada yang perlu di renungkan lagi tentang pola perilaku mereka sekarang.
Saat SMA, aku selalu berpikir menjadi orang dewasa dan bekerja sehingga mendapatkan uang itu menyenangkan. Mungkin anak-anak sekolah zaman sekarang juga masih ada yang berpikiran sepertiku dulu. Aku pernah berharap bisa cepat lulus SMA dan bisa segera bekerja, meski akhirnya orang tuaku menyuruhku untuk melanjutkan kuliah, dan artinya aku sekolah lagi. Hal yang dulu sangat membuatku lelah.
Namun setelah menikmati dunia kerja, problematika hidup tak semakin sederhana, sesederhana hitungan 1+1=2. Tak semudah teori yang aku biasa pelajari di sekolah. Aku harus lebih kreatif dalam mencari setiap solusi di setiap masalahku dewasa ini.
Kita hidup memang ada masanya sendiri-sendiri. Tak perlu di sesali dan harus bersyukur dengan apa yang kita jalani sekarang. Meski berat, yakinlah Allah takkan mencoba kita dengan ujian yang tak kuat kita tanggung.
Sejarah kita di masa muda semoga bisa memberikan kita hikmah dan pelajaran yang nantinya kita bisa ceritakan ke anak cucu kita.
Dan semoga suatu saat nanti, kita mampu menjadi orang tua yang mampu melahirkan dan mendidik anak-anak yang kuat agamanya, baik akhlaknya dan juga unggul dalam ilmu pengetahuannya. Sehingga bisa bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya.
Aamiin... :)
*Semoga bermanfaat*
0 komentar:
Posting Komentar