Air, aku membasuh wajah, tangan dan kakiku dengan air. Berharap kesadaran ku bahwa aku tak lagi di alam mimpi segera muncul.
Mentari, aku masih bisa merasakan hangat mentari di perjalananku menuju kantor kecil penghasil uangku. Lebih tepatnya tempat aku menjemput rizki-Nya.
AC, aku tak suka panas sinar matahari. Dan setiap hari AC jadi sahabatku. Kadang ia membuatku benar-benar sejuk, namun terkadang ia membuatku menggigil dingin dan gemetar.
Siang, terkadang ia menjadi waktu yang paling aku harapkan seharian ini. Bisa beristirahat sebentar dari kegiatan pekerjaan bisa sedikit melegakan. Meski pikiranku tak pernah benar-benar istirahat karena selalu ada yang membuatku khawatir tentang sekotak ruangan kecil itu.
Sore, matahari mulai tegar bersinar dari arah barat. Para pengendara semakin memenuhi jalanan. Membuatku susah menyebrangi jalan raya ini saja, kesalku. Ini waktuku pulang.
Senja, aku sering berharap aku bisa sekedar bersandar meski sekejap pada jingga nya yang indah setelah semua yang melelahkan har ini.
Petang, hari menjelang petang. Ini seperti sebuah penutup hari yang sibuk. Saat semua orang mulai mencoba melupakan deadline kerja, laporan, teguran atasan dan semua hal menyebalkan dari tempat kerja.
Rumah, ia selalu menjadi seperti surga bagi jiwa yang lelah. Melihat tawa orang tua, dan saudara kandung yang sibuk dengan kegiatan nya masing-masing. Bahagiaku ketika masih bisa melihat mereka yang masih lengkap.
Obrolan kecil, sesekali ayah dan bunda mengobrolkan hal-hal kecil tentang kami anak-anaknya. Melihat ayah bisa bercanda dengan kami begitu membuatku tertawa kecil. Ketika banyak orang diluar sana banyak menganggapnya galak. Aku tersenyum mendengarnya. Bahkan aku sering dibercandai ayah. Sisi humoris yang tak pernah bisa dilihat mereka yang tak pernah benar-benar mengerti kehidupan kami.
Malam, adalah waktu ku teringat semua kejadian hari ini. Aku mungkin akan sedikit panjang bercerita tentang malam. Malam dimana aku merasa begitu lelah, namun mata tak jua mau terpejam. Malam dimana aku bahagia bersajak ria karena luka. Ia seakan mengerti aku butuh keheningan untuk menyadarkan jiwa yang seharian berpikir buruk. Malam yang kadang membuatku senyum lebar sendirian memandang langit-langit kamarku saat mengingat cahaya matamu. Malam yang menemaniku bersama air mata saat mimpiku mulai berjarak sejauh bumi dan matahari. Aku hanya bisa bersajak seperti ini.
Sajak, ini hanya sebuah sajak sederhana ketika aku merasa lelah dengan apapun seharian ini. Dan pada akhirnya nanti kita kan bertemu pagi lagi, dan semua hal itu akan berulang setiap hari. Sebut saja ini hanya sebuah kebosanan yang tiba-tiba membelengguku.
0 komentar:
Posting Komentar