Minggu, Oktober 16, 2016

Ingin Ku Potong Peta Takdir



Yeah I Think about the end just way too much

But it’s fun to fantasize...

On my enemies I woudn’t wish who I was

But, it’s fun to fantasize

Oh..oh.. I’m falling so I’m taking my time on my ride

Oh..oh.. I’m falling so I’m taking my time on my ride

taking my time on my ride
(Ride by twenty one pilots)

Lagu itu mengalun keras di telingaku melalui handsfree yang ku pasang di telinga untuk mendengarkan mp3 ini dari smartphone ku.

Aku mendapat ide menarik dari sahabatku untuk menumpahkan kekesalan dan tangis yang harus tertahan. Berkendara sepanjang jalan sampai lupa waktu, menangis sesukamu sampai kau lega. Ini malam hari, dan orang-orang pasti takkan ada yang melihatmu menangis. Hey, itu terdengar menyenangkan. Aku mulai beranjak dari tempat tidurku, tapi kepalaku pening, flu ku semakin menjadi. Aah...sial, badan ini mengajakku tetap berada di kasur yang sudah tak empuk lagi ini.

Aku protes pada Tuhan, aku mulai kesal. Aku tertawa, tak keras. Hanya tawa semacam senyum lebar yang memperihatkan gigi depanku. It’s Okey sayang.

Izinkan aku memotong peta takdir ini Tuhan. Izinkan aku bertemu dengan ia yang engkau jodohkan untukku di dunia dan akhiratku tanpa harus bertemu orang yang salah lagi. Aku lelah, aku ingin mengeluh sekali ini saja. Aku tak ingin mencipta terlau banyak cerita indah dengan banyak orang. Aku sangat susah memulai, apalagi mengakhiri. Aku harus memulai lagi? Dengan pagi yang baru lagi? Dengan minggu yang baru lagi? Dengan bulan yang baru lagi? Dengan sosok yang baru lagi?

Maafkan aku Tuhan. Aku sedang emosional, Engkau pasti mengerti aku. Maafkan aku Tuhan, aku tak bermaksud begitu. Aku tahu Tuhan, selalu ada dua alasan untuk sebuah pertemuan yang menghadirkan hati. Pelajaran hidup atau pendamping hidup.

Aku mengerti, mungkin ini waktuku kembali menata rinduku pada-Mu. Waktuku memaknai pagi yang baru. Waktuku memaknai cinta pada keluargaku. Waktuku memaknai persahabatan yang ku harap terjalin selamanya. Dan waktuku memantaskan diri bertemu dengannya yang aku yakini akan segera dikirim untuk menemani hidupku oleh Tuhan untukku.

Maafkan aku Tuhan, jika memang aku tak bisa memotong peta takdir ini, berilah aku hati yang baru, yang lebih mencintai-Mu dan banyak bersyukur pada-Mu. Aamiin... 
Dia mengusap dahiku dengan lembut saat aku menutup mataku dan berpura-pura tidur, hanya untuk memastikan badanku tak demam, dan memijat telapak kakiku yang dingin. “Sehat...sehat...gak usah banyak pikiran.” Bisiknya, malaikat baik hati dari Tuhan, yaitu Ibu.

0 komentar:

Posting Komentar