Minggu, Oktober 16, 2016

Pagiku yang Baru

Pagi yang kusebut pagi yang baru.   

Aah..kepalaku masih terasa sakit karena penyakit flu menyebalkan ini. Mataku sembab sisa tangisan bodoh semalam. Pikiranku masih semrawut mengingat semua hal yang takkan sama lagi mulai hari ini. Hatiku membenci merasakan perasaan sakit ini. Badanku lemas menopang semua beban ini. Dan itu artinya aku masih harus belajar ikhlas.

Ini akan tetap ku sebut hari yang baru. Hari dimana keyakinan ku bahwa menikah itu tak harus punya pacar/gebeyan dulu. Jodoh adalah Rizki dari Tuhan, Rizki bisa datang dari arah yang tak di Sangka-Sangka. Mungkin jodohku juga bisa datang dari arah yang tak pernah kau sangka. Yee...berbahagialah wahai hati. Jangan sedih... 

Setahun ini kau menangis dengan tangisan bodoh sampai dua kali. Memilih melepaskan dan dilepaskan. Ah itu hal biasa. Hidup memang selalu seperti itu. Apalagi cinta, ia selalu serumit itu. Kadang juga sekejam itu.

Pada akhirnya kau akan tahu, setiap apa yang kau lepaskan akan memberimu jawaban. Jika ia kembali, ia memang untukmu, jika bukan, ia pasti takdir orang lain yang singgah sebentar di hidupmu.

Pagi yang kau sebut pagi yang baru harus benar-benar menjadi baru. Mulailah dengan senyum sederhana dari bibirmu di depan cermin. Dan katakan “Ini pagiku yang baru lagi, dan aku pantas bahagia”.

Aku melangkah keluar rumah, dan aku melihat matahari masih bersinar dari timur. Aku mengendarai motorku menuju kantor kecil yang membantu karirku setahun terakhir ini. Di jalan ada orang melontarkan sumpah serapahnya karena merasa jengkel dengan pengemudi lain yang ngawur saat berkendara. Haha...aku tertawa, manusia memang paling mudah menghina dan mencela. Aku mungkin termasuk di dalamnya, dan aku merasa kosong beberapa detik. Ini pagiku yang baru, beberapa detik kosong artinya aku sudah me-restart semua pikiran burukku.

Semua harapan baru akan tumbuh mulai hari ini. Sesekali jika aku teringat, biar ku caci maki diriku dengan sumpah serapah di antara bising kendaraan di jalan raya itu. Dan bantu aku memaafkan itu setelahnya wahai diri.

0 komentar:

Posting Komentar