“Iza… Ayo bangun, sudah jam 7.
Kamu berangkat kuliah atau tidak?” seru ibunya sambil menggoyangkan kaki Aiza
agar segera bangun.
Namun sepertinya usaha ibunya
belum berhasil membangunkan tidur nyenyak Aiza. Dengan sedikit muka jail,
ibunya akhirnya menggelitiki perut Aiza sambil sedikit membercandainya dan
berkata, “ ayo Aiza cantik, ayo bangun… lihat tu perutmu, kurus sekali… makanya
bangun pagi olahraga, makan teratur biar agak berisi. Sarapan sudah siap
dibelakang, sudah tak siapkan teh hangat untukmu. Ayo bangun.”
Hampir setiap membangunkan Aiza
yang tak kunjung bangun, ibunya menyinggung tentang badannya yang kurus. Memang
dengan tinggi badan 162cm, dan hanya dengan berat badan 45kg membuat aiza
terlihat jangkung dan kurus, juga mungkin kurang seksi sebagai seorang remaja
wanita.
Sambil tersenyum karena merasa
geli dengan gelitikan ibunya, Aiza hanya berkata “ iya ibu…”. Matanya terbuka
sebentar, namun tertutup lagi setelah sang ibu meninggalkan kamarnya. Dan
akhirnya Aiza pun mulai tersambung lagi dengan mimpinya yang sempat terputus
karena gelitikan ibunya. Ibunya yang merasa lelah membangunkannya, akhirnya
membuka seluruh jendela dan pintu kamarnya agar sinar matahari yang hangat itu
mampu membuatnya membuka mata.
Akhirnya cara itu mampu membuatnya
membuka mata dan kebiasaannya setelah bangun tidur ia selalu ke kamar mandi
terlebih dahulu untuk sekedar mencuci muka atau gosok gigi. Dan selanjutnya ia
langsung menuju meja makan untuk sarapan dengan makanan yang telah dipersiapkan
ibunya sejak tadi pagi sebelum ia bangun dari tidurnya.
Sementara Aiza sibuk
menghabiskan sarapannya, ibunya memilah-milah baju-baju kotor di kamarnya dan
kamar Aiza. Sedangkan sambil melihat acara berita di TV Aiza mulai menghabiskan
sarapannya. Sesekali ibunya bertanya, “ini baju warna kuningmu sudah kotor?”.
“Iya Bu, sudah kena banyak keringat.” Sahut Aiza. Seperti itu setiap hari.
Sejenak suapan makan Aiza
terhenti jika mengingat ibu nya. Setiap hari ibunya selalu memanjakannnya bak
anak raja. Rasa bersalah kadang selalu menyelimutinya. Tapi terkadang itu
membuatnya lalai dan seakan di atas angin.
Setelah sarapan, Aiza segera
mandi dan bersiap berangkat ke kampus. Setelah selesai semua, ia berpamitan dan
tak lupa mencium tangan ibunya. Dia mulai melangkahkan kaki nya keluar dari
rumah dan berjalan menuju halte. Satu langkah dua langkah Aiza terus terjalan hingga hilang dari
pandangan ibunya. Namun satu langkah dua langkah Aiza mengalir doa dalam hati
ibunya, “Tuhan,
lindungilah anakku dimanapun anakku berada. Aku rela berlelah untuknya asal ia
selalu bahagia, dan besar dengan kasih sayang sehingga saat ia besar nanti, ia
tahu bagaimana cara menyayangi anaknya, dan tahu seberapa besar ibunya
menyayanginya.”
0 komentar:
Posting Komentar