Sabtu, Oktober 08, 2016

Cerita Pada Suatu Pagi, Ibu

“Iza… Ayo bangun, sudah jam 7. Kamu berangkat kuliah atau tidak?” seru ibunya sambil menggoyangkan kaki Aiza agar segera bangun.
Namun sepertinya usaha ibunya belum berhasil membangunkan tidur nyenyak Aiza. Dengan sedikit muka jail, ibunya akhirnya menggelitiki perut Aiza sambil sedikit membercandainya dan berkata, “ ayo Aiza cantik, ayo bangun… lihat tu perutmu, kurus sekali… makanya bangun pagi olahraga, makan teratur biar agak berisi. Sarapan sudah siap dibelakang, sudah tak siapkan teh hangat untukmu. Ayo bangun.”
Hampir setiap membangunkan Aiza yang tak kunjung bangun, ibunya menyinggung tentang badannya yang kurus. Memang dengan tinggi badan 162cm, dan hanya dengan berat badan 45kg membuat aiza terlihat jangkung dan kurus, juga mungkin kurang seksi sebagai seorang remaja wanita.
Sambil tersenyum karena merasa geli dengan gelitikan ibunya, Aiza hanya berkata “ iya ibu…”. Matanya terbuka sebentar, namun tertutup lagi setelah sang ibu meninggalkan kamarnya. Dan akhirnya Aiza pun mulai tersambung lagi dengan mimpinya yang sempat terputus karena gelitikan ibunya. Ibunya yang merasa lelah membangunkannya, akhirnya membuka seluruh jendela dan pintu kamarnya agar sinar matahari yang hangat itu mampu membuatnya membuka mata.
Akhirnya cara itu mampu membuatnya membuka mata dan kebiasaannya setelah bangun tidur ia selalu ke kamar mandi terlebih dahulu untuk sekedar mencuci muka atau gosok gigi. Dan selanjutnya ia langsung menuju meja makan untuk sarapan dengan makanan yang telah dipersiapkan ibunya sejak tadi pagi sebelum ia bangun dari tidurnya.
Sementara Aiza sibuk menghabiskan sarapannya, ibunya memilah-milah baju-baju kotor di kamarnya dan kamar Aiza. Sedangkan sambil melihat acara berita di TV Aiza mulai menghabiskan sarapannya. Sesekali ibunya bertanya, “ini baju warna kuningmu sudah kotor?”. “Iya Bu, sudah kena banyak keringat.” Sahut Aiza. Seperti itu setiap hari.
Sejenak suapan makan Aiza terhenti jika mengingat ibu nya. Setiap hari ibunya selalu memanjakannnya bak anak raja. Rasa bersalah kadang selalu menyelimutinya. Tapi terkadang itu membuatnya lalai dan seakan di atas angin.
Setelah sarapan, Aiza segera mandi dan bersiap berangkat ke kampus. Setelah selesai semua, ia berpamitan dan tak lupa mencium tangan ibunya. Dia mulai melangkahkan kaki nya keluar dari rumah dan berjalan menuju halte. Satu langkah dua langkah Aiza terus terjalan hingga hilang dari pandangan ibunya. Namun satu langkah dua langkah Aiza mengalir doa dalam hati ibunya, “Tuhan, lindungilah anakku dimanapun anakku berada. Aku rela berlelah untuknya asal ia selalu bahagia, dan besar dengan kasih sayang sehingga saat ia besar nanti, ia tahu bagaimana cara menyayangi anaknya, dan tahu seberapa besar ibunya menyayanginya.”

0 komentar:

Posting Komentar