Sabtu, November 19, 2016

Ingin Ku Sibak Kabut Kala itu


Pagi itu langit tak begitu cerah, matahari masih saja suka bersembunyi di balik Awan kelabu meski beberapa kali mau tampak dan bersinar cerah. Namun aku tetap semangat menjalani hari ini.

Magelang. Nama kota itu begitu lekat menempel di otakku. Hari ini aku akan melakukan perjalanan menuju kota itu.

Ketep pass. Itu adalah destinasi wisata yang akan aku kunjungi nanti bersama sahabat-sahabat ku.

Pukul 7, kami memulai perjalanan. Butuh sekitar 4 jam untuk sampai kesana. Dengan memakai mobil berkapasitas sekitar 8 orang kami melewati beberapa kali pintu tol dan beberapa kota. Aku duduk di tempat duduk paling belakang dengan satu orang yang sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Awalnya ia begitu cerewet dan bercerita banyak hal, namun entah mengapa dia mulai mengantuk, begitupun aku juga merasa ngantuk. Mungkin akibat konsumsi obat penangkal mabuk perjalanan yang ku minum pagi tadi.

Tempat duduk paling belakang mulai hening, namun tempat duduk tengah yang di isi 3 orang perempuan masih saja mengoceh banyak hal. Kadang sesekali menghiburku dan aku ikut tertawa, meski mataku terasa begitu berat.

Beberapa kali kami terjebak macet di jalanan menanjak dan menurun, serta jalanan sempit khas perbukitan.
Namun aku tak terlalu terganggu, selain karena bau solar dari kendaraan yang banyak berhenti. Aku bahagia bisa memandangi kebun-kebun sayuran yang segar, terkadang di kanan kadang juga kiri jalan. Aku sedang membayangkan perasaan bahagia para petani sayur yang bisa merawat beberapa hektar kebun sayurnya dan akan bisa segera di panen untuk di jual di pasar atau bahkan bisa dijual ke luar kota. Mereka mungkin akan lega dengan kehidupan beberapa bulan ke depan, membayar uang sekolah anak, membeli beras, membayar listrik, atau membayar cicilan bulanan mereka.

Ah... Apakah begitu menenangkannya kehidupan di desa dengan udara sesejuk ini?

Entah kenapa sejuk ini menjadi begitu dingin tiba-tiba. Akhirnya aku keluarkan jaket ku dan memakainya. Jalanan di depan mulai berubah penuh kabut, rintik gerimis kecil mulai menghadang perjalanan kami. Keadaan kanan dan kiri ku mulai benar-benar buram, kabut tebal benar-benar mengganggu pandanganku ke area perkebunan sekitar. Beberapa kali aku melihat tulisan terpampang di depan kebun, “kebun stroberi”.

Stroberi. Buah yang sangat aku suka. Rasanya ingin turun dan bisa mencoba memetiknya. Yah, sayangnya tak memungkinkan.

Lamunanku masih tentang stroberi merah yang sedikit asam itu, dan tak menyangka ternyata beberapa menit kemudian mobil kami sampai di ketep pass.

Memasuki area wisata itu, dan aku langsung menemukan tulisan KETEP PASS besar di area parkir. Gerimis masih menyelimuti kami. Dan kabut, masih betah bertengger di bukit ini.

Pandanganku terbatas. Padahal aku ingin melihat 5 gunung gagah berdiri dari gardu pandang ini. Aku mulai mengingat nama gunung-gunung itu yang aku hafal dari hasil pencarian ku di internet. Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Selamet, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Kali ini aku tak bisa memandangi gunung-gunung yang namanya sudah ku hafal sejak kemarin. Rasanya aku ingin menjadi Putri kipas, salah satu tokoh dalam cerita serial kera sakti yang biasa aku tonton di tahun 2000-an. Ia memiliki senjata berupa Kipas raksasa yang memiliki kekuatan dahsyat untuk menerbangkan apapun. Mungkin dengan sekali kibas, seperempat atau setengah kabut dari area ini akan menghilang. Aku membayangkan butuh 2-3 kali kibas untuk menghilangkan seluruh kabut di area ini.

Waah...aku pasti bisa melihat dengan jelas semua seperti yang pernah aku bayangkan sebelumnya. Entah sama atau lebih indah.
Aku hanya bisa menaiki puluhan anak tangga, memandangi apa yang masih bisa kupandang dari atas sini. Pepohonan, kebun sayur dan beberapa orang berjalan di bawah yang masih bisa tertangkap oleh mataku.

Kami sempat beristirahat di gazebo ukuran sekitar 2x2 meter. Kami mengeluarkan bekal makanan yg kami bawa dari rumah dan memakannya bersama-sama disana. Ini yang kami sebut “kebersamaan”.
Setelah mengisi perut, aku mencari sudut-sudut indah untuk di abadikan lewat foto. Meski gambar yang ku hasilkan jauh dari fotografi profesional. Ah... Ini tetap hasrat yang selalu ingin ku lakukan jika melihat tempat baru. Tapi masih terasa kecewanya, karena kabut benar-benar enggan pergi dari tempat ini.

Keindahan yang sempat ku bayangkan benar-benar tak mampu ku pandang. Oh kabut... Aku takkan menyalahkanmu lagi, ini seperti pengingatku, sebab mungkin tak semua harap  harus tercapai.

Meski aku berjuta kali ingin berusaha menyibakmu dari sini. Namun semesta tak mengizinkan. Kau disinilah saja. Ajari kami cara bersabar menghadapi kekecewaan.

Aku akan mencoba menikmatimu. Memandangimu dengan sisi lain kesabaranku.

0 komentar:

Posting Komentar