Minggu, Agustus 13, 2017

Perjalanan Seperempat Abad



Sudah berapa lama kamu mendiami bumi ini? Menatap pagi dan melewati malam sunyi?Dari mulai lemah tak berdaya, dan apa-apa harus ibu, sampai kau mampu berjalan dan berlari bahkan melompat tinggi? Mulai mengerti nama benda sekitar satu persatu sampai bisa menggunakannya dengan baik sekarang. Merasakan membosankannya sekolah dan PR, merasakan bahagianya hari libur semester yang panjang, hingga lelahnya bekerja mencari uang?
 Aku pernah melewati semua itu. Dan aku memasuki masa seperempat abad usiaku. Ketika semua hal bisa menjadi rumit, aku menjadi berhati-hati untuk setiap keputusan, untuk cita-cita yang masih aku rintis atau bahkan belum juga aku memiliki kesempatan sama sekali mewujudkannya.

Rasanya ini masa-masa aku memang harus berjuang menatap dunia sendiri, di mana pagi sering menjadi waktu yang paling memuakkan untuk ku temui, namun aku harus bangkit agar siang dan malam bisa ku lalui. Lantas malam menjadi waktu bersarangnya insomnia, selalu  memeluk diri yang penat akan pekerjaan seharian. Rasanya lelah, namun mata tak mudah terpejam. Di atas ranjang dan kasur yang tak terlalu empuk, punggungku memang merasa lebih nyaman dari keadaan seharian, namun pikiran tak pernah bisa menjadi senyaman punggungku di malam hari. Ia lebih rewel. Ia menangis dan berlarian mencari jalan keluar dari keresahan kejadian seharian. Bahkan kadang barisan kenangan dari masa lalu menyerbu dan membuat panik seluruh saraf otakku.
Lalu hatiku bergetar, anehnya ia menjadi sering merasa sedih. Lalu, entah siapa yang memerintahkannya, dua bola mata ini mengeluarkan air mata. Otak atau hati? Atau mereka sedang berdebat lantas kedua bola mataku menjadi bereaksi?
Aku terkadang tak mengerti dengan diriku sendiri. Seperti di masa-masa ini dimana aku terkadang tak tahu apa yang benar-benar aku inginkan. Lalu aku diam dan merasa tersesat. Aku melewatinya sendiri dengan tangis yang tersembunyi dibalik tertawaku yang kadang terdengar amat keras. Aku menjadi pandai melakukannya untuk beberapa kali. Lalu aku menyadari, aku terkadang cukup munafik dengan hidup ini.
Di masa ini aku lebih berhati-hati, terkadang aku menjadi cukup lama untuk berfikir sebelum memutuskan sesuatu. Setiap datangnya ulang tahun, aku mulai mengevaluasi setiap pencapaian di tahun itu. Jika di tahun itu tak terealisasi, lalu aku selalu berjanji pada diri untuk bisa mewujudkannya di hitungan umur selanjutnya. Dan di seperempat abad ini begitu banyak yang juga masih belum terealisasi dari rencana-rencana tahun sebelumnya. Terkadang aku mulai bosan mengejarnya. Lalu membiarkan diriku melupakannya perlahan-lahan. Dan menikmati apa yang sudah ada  disekitarku sekarang.
Sahabat dan teman bermainku juga berkurang setiap waktu. Karena masing-masing kami sedang fokus meniti jalan kesuksesan menurut definisi kami. Dan aku bertemu partner-partner baru dalam melakoni pekerjaan dan peran baruku sebagai orang yang mulai dewasa. Dan kebanyakan dari mereka terasa tak asik lagi, dan menyadari inilah kehidupan orang dewasa.  
Masa ini membuatku merubah definisi hal yang lainnya. Seperti cinta. Bagiku, cinta bukan lagi tentang aku mencintaimu dan harus bersamamu. Tapi cinta adalah ia yang berani berkomitmen lalu bertanggung jawab dengan kata cintanya lalu aku akan mencintaimu, mendukungmu sepenuh hati, dan duniaku akan menjadi kamu. Pernah aku mencintaimu, namun semesta tak mendekatkanku padamu, aku memang pernah menangisinya. Namun aku percaya luka takkan abadi. Aku tak keberatan kehilanganmu. Meski rasa itu masih saja enggan pergi dari benakku sementara raga dan kabarmu tlah menjelma sepi dan rindu tak terobati.
Namun dalam hati selalu percaya. Tuhan menciptakan setiap insan berpasang-pasang. Setiap pertemuan sepasang kekasih yang tlah tertulis dalam takdir-Nya pasti akan tiba jua. Ia nanti akan menjadi pasangan yang tak akan pergi sesuka hati apapun keadaanku. Lalu kami akan berjanji bersatu lagi di surga indah-Nya sang Ilahi pemilik alam ini. Dalam doaku, namamu akan selalu aku sebut untuk dunia dan akhiratku nanti.
Perjalanan seperempat abad terlihat panjang namun serasa singkat. Meninggalkan masa kecil penuh kebahagiaan dengan jam main hampir seharian, masa indah remaja dengan cerita cinta manis masa putih abu-abu, masa kuliah penuh perjuangan menemukan jati diri, dan masa berat memasuki dunia kerja yang kata orang-orang memang kejam. Selamat datang di dunia orang dewasa. Semua dinilai dengan logika dan kenyataan. Perasaan baiknya tak lagi ada di garda terdepan. Ia harus seirama dengan logika. Karena cengeng tak mungkin lagi menjadi label bagi orang dewasa.

0 komentar:

Posting Komentar