Minggu, Agustus 27, 2017

Uang Panai’ Bukan Untuk Membeli Kami



Uang panai’, mungkin sudah ada yang pernah mendengar ini. Sebab tradisi ini cukup kontroversional bagi sebagian orang, karena banyak membuat pasangan yang saling mencintai akhirnya gagal menikah. Sebab tuntutan uang Panai’ yang begitu mahal, dan pihak laki-laki tak mampu mengabulkannya. Sebelumnya, mari saya sedikit jelaskan artinya sekaligus asal usulnya sahabat. 

Uang panai’ adalah sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang merupakan bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap norma dan strata sosial. Uang panai’ tidak termasuk mahar yang diberikan calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita. Uang panai’ digunakan sebagai uang adat namun sudah dianggap sebagai kewajiban dengan jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga. Sebenarnya adat seperti itu bukan hanya milik orang Bugis-Makassar, tapi ada juga yang serupa di suku Nias, Banjar, dan lainnya. Mereka menyebutnya “Jujuran”. Di tempat lain ada juga yang menyebutnya dengan “seserahan”. Adat ini sudah ada jauh sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. (sumber: kaltimoke.com)
Sedangkan asal usulnya waktu itu adalah pada saat zaman Belanda dahulu ada seorang gadis Bugis yang dinikahi oleh seorang pemuda Belanda. Namun setelah itu dengan mudahnya ia menikahi wanita lain yang lebih cantik, sehingga itu sangat menyakitkan bagi gadis Bugis tersebut dan orang-orang Bugis lainnya. Sejak saat itu, orang Bugis merasa khawatir dengan nasib anak perempuannya yang mungkin akan menjadi sama dengan cerita gadis Bugis di atas. Karena itulah, maka orang tua si gadis mensyaratkan sejumlah uang yang cukup besar untuk dipenuhi si pemuda untuk bisa meminang si gadis. Dan setelah bertahun-tahun ia merantau, ia dapat menghasilkan sejumlah uang sesuai yang diinginkan pihak orang tua gadis. (sumber: kaltimoke.com)

Namun uang panai’ yang saya sebutkan dalam artikel ini hanyalah perumpamaan saya untuk menyebut semua pemberian uang atau barang yang di syaratkan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki untuk dapat dipenuhi sebelum meminang si perempuan.

Persyaratan dari cerita tersebut sebenarnya adalah sebuah pelajaran, yakni menghargai wanita, karena wanita memang sangat mahal untuk disakiti. Apalagi sang pemuda itu mendapatkan istrinya dari hasil jerih payahnya sendiri itulah sebabnya ia begitu menyanyangi istrinya. Jadi mahalnya mahar gadis Bugis-Makassar bukanlah seperti barang yang diperjual belikan, namun sebagai bentuk penghargaan kepada sang wanita. Jadi disini makna sebenarnya, sebuah “Penghargaan”.

Budaya seperti uang Panai’ memang bukan hanya berlaku bagi suku Bugis. Banyak budaya lain di Indonesia yang mengharuskan si pihak laki-laki untuk memberikan sejumlah uang atau seserahan berupa barang tertentu untuk syarat pernikahan. Dan kebanyakan juga merupakan bentuk penghormatan dari pihak laki-laki untuk pihak perempuan agar bisa memberikan pesta pernikahan yang megah untuk putri kesayangan si orang tua pihak perempuan. Alasan lainnya adalah karena setelah menikah, orang tua dari pihak perempuan harus rela anak perempuannya menjadi tanggung jawab si laki-laki yang dinikahinya, dan sepenuhnya melepaskan kehidupan putrinya untuk diatur oleh suaminya nanti.

Terkadang saya suka membayangkan bagaimana perasaan ayah dan ibuku saat melepaskanku untuk dapat dinikahi seorang laki-laki nanti. Saya suka memperhatikan ibuku yang selalu saja gelisah jika salah satu anaknya tak berada di rumah, meski itu kakak saya yang notaben-nya adalah seorang laki-laki yang di luar sana pasti lebih mampu menjaga diri.

Ada yang bilang, nikah itu mudah, tapi adat dan tradisi membuat pernikahan menjadi mahal. Jika dipikirkan kembali, pernyataan itu kiranya benar. Bahkan dalam islam hanya satu hal yang wajib dibayarkan seorang laki-laki saat menikahi seorang perempuan, yaitu mahar. Dan dalam sebuah hadits di jelaskan bahwa perempuan yang paling banyak berkahnya adalah ia yang meminta mahar sedikit. Sehingga kita sebagai seorang perempuan tidak disarankan untuk meminta mahar yang memberatkan pihak laki-laki.

Namun kemudahan itu juga tak seharusnya digunakan sebagai dalih bagi seorang laki-laki untuk tidak memberikan hal yang layak ia berikan pada seorang yang dicintainya. Apalagi di saat spesial untuk mereka berdua. Selain itu juga untuk meyakinkan orang tua pihak perempuan bahwa si laki-laki benar-benar mencintai anak perempuannya sehingga rela mengorbankan banyak hal termasuk materi untuk membahagiakan putrinya, dan nantinya juga yang akan bertanggung jawab untuk menggantikan tugas mereka sebagai orang tua si perempuan. 

Orang tua manapun pasti tak akan rela melihat anak perempuannya hidup bersama laki-laki yang bahkan untuk meminta anak perempuannya ia tak mau berjuang dan bersungguh-sungguh mendapatkannya. Sejumlang uang atau barang yang disyaratkan untuk dipenuhi si laki-laki bukanlah untuk membelinya, namun untuk mengingatkan perjuangan si laki-laki agar tak menyerah dan menyia-nyiakan si perempuan suatu hari nanti.

*Semoga dapat membuka sedikit pandanganmu sahabat... semoga bermanfaat*

0 komentar:

Posting Komentar