Selasa, Januari 23, 2018

Petir Bulan Januari



November Pain itu…

Bulan November lalu tampaknya banyak hal yang cukup menguras tenaga dan pikiran serta uang. Dimulai dari opname-nya abah karena penyakit kencing batunya yang kumat dan akhirnya setelah pemeriksaan lebih lanjut diketahui kalau ternyata ada pembesaran prostat sekitar ±35 gr. Karena itulah beliau susah buang air kecil dan terasa sangat sakit. Dan karena hal itu, dokter menyarankan operasi. Aku tak pernah menyangka anggota keluargaku harus ada yang masuk ruang operasi.
Abah pun tak keberatan dengan operasi, karena ia berharap bisa sehat kembali dengan operasi. Beliau memang selalu semangat melakukan apapun agar bisa sembuh dari penyakit apapun yang dideritanya. Operasinya sempat tertunda dikarenakan tekanan darahnya yang tinggi, namun akhirnya di hari berikutnya beliau akhirnya bisa dioperasi. Hasilnya lancar dan selamat. Hanya saja pasca operasi membuatku sangat sedih karena kesakitan luar biasa yang ia rasakan ketika mengeluarkan air seni meski itu masih dibantu alat bernama “Kateter”.

Saat masa-masa perawatan abah, aku juga sedang mengalami masa-masa haid yang tidak normal karena terlalu panjang masa keluar darah haid itu, dan sudah meminta surat rujukan pemeriksaan ke dokter Spesialis Obgyn. Namun masih urung untuk segera aku periksakan. Namun mengingat penyakit abah yang menjadi cukup parah karena keterlambatan pemeriksaan. Maka akhirnya aku memeriksakan juga keluhanku ke dokter spesialis Obgyn. Alhamdulillah hasilnya baik-baik saja setelah sempat diperiksa dengan USG. Dokter hanya menyarankanku untuk tidak stress dan menjaga pola makan. Serta ia hanya memberiku dua jenis obat, semacam vit.K dan obat yang membantu pembekuan darah. Setelah itu Alhamdulillah darah haid ku mulai berhenti keluar.

Surprise November (Benjolan)

Surprise biasanya memang menyenangkan, namun surprise bulan November ini menakutkan. Ketika malam hari, aku tak sengaja melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri), dan surprise nya aku menemukan benjolan di payudara kiriku. Tentu itu membuat perasaanku tak karuan kemana-mana. Pikiran buruk tentu langsung menyerbu otak. Dan setelah mengetahui itu aku sempat cerita kepada umi. Beliau hanya bilang agar tiap malam aku mengurutnya agar benjolannya hilang, mungkin itu karena faktor kelelahan yang bertumpuk.
Tak puas dengan jawaban itu, akhirnya aku mencari kontak teman perempuanku yang dulu pernah menjadi partner saat bekerja sebagai asisten dosen. Dia pernah bercerita bahwa dia juga pernah menemukan benjolan di payudaranya. Setelah menghubunginya ia berkata bahwa benjolan itu masih, hanya saja sudah mengecil. Ia sempat periksa ke dokter spesialis bedah umum yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah, dan dokternya menyarankan ia untuk operasi. Namun ia tak memilih operasi. Entah treatment apa yang ia jalani sampai benjolan itu bisa mengecil. Ia memberitahuku untuk mencari daun bernama daun Sindaguri. Dan menggunakannya untuk menyembuhkan benjolan itu.
Setelah mengetahui hal itu, aku bertanya pada teman dan kerabat tentang daun itu. Namun tak ada yang tahu maupun yang memilikinya. Hingga pada suatu hari aku melihat-lihat ke kebun belakang rumah dan menemukan daun yang mirip dengan foto daun yang temanku kirimkan. Akhirnya aku mengirimkan foto daun yang aku dapat itu ke temanku untuk meminta konfirmasi apakah benar daun yang aku ambil itu ialah daun yang ia maksud. Ia akhirnya menjawab, sepertinya memang daun itu.
Lalu mulai hari itu aku melakukan pengobatan sendiri dengan daun itu. Caranya yaitu dengan menumbuknya dan dibubuhkan pada bagian yang terdapat benjolan semalaman. Setelah satu hampir seminggu aku melakukannya, daerah sekitar payudara menjadi sangat gatal dan benjolan itu menjadi sangat nyeri sekitar hampir seminggu. Dan itu membuatku semakin panik, tapi aku masih urung untuk memeriksakannya ke dokter karena bingung apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu, entah aku hanya bingung. Sehingga aku hanya diam dan bersedih ketakutan.

Bak Petir di Januari

Benjolan itu tak terasa nyeri lagi setelah itu. Dan aku mulai mengabaikan benjolanku.  Namun dimasa-masa sebelum mensku bulan januari, setiap pagi bangun tidur, payudaraku terasa sangat pegal dan kadang nyeri. Aku pikir ini wajar, karena biasanya sebelum mens, bagian payudara akan mengalami hal semacam itu dan terasa lebih kencang dan sensitif.
Suatu sore umi tiba-tiba menanyakan tentang benjolan di payudaraku. Ia bercerita bahwa tetangga kami ada yang beberapa minggu lalu melakukan operasi tumor di payudara. Menurut cerita umi, ia sudah merasakan benjolan itu sejak 2 tahun lalu, namun baru ada tindakan beberapa waktu lalu karena dirasa sangat mengganggu. Lalu umi menyarankanku untuk segera memeriksakannya dan jika memang harus dioperasi, maka tak masalah untuk di operasi.
Akhirnya pada tanggal 8 januari, aku memeriksakannya ke RSUD setempat, setelah sebelumnya telah aku periksakan ke dokter umum dan beliau menyarankanku untuk memeriksakan lebih lanjut ke dokter spesialis bedah. Kala itu aku ditemani mas Tun ( alias mas tunangan, heheh). Sebenarnya sedikit risih dan banyak malunya harus membiarkan ia tahu tentang benjolan itu. Tapi bagaimana, apa menyembunyikannya adalah pilihan terbaik? Mungkin kala itu dalam pikiranku, menyembunyikan itu bukan pilihan yang baik. Dari pagi aku mengantri mengambil nomor pendaftaran dan pendaftaran ke poli bedah. Karena itu pertama kalinya aku periksa ke RSUD, jadi agak sedikit bingung dan mondar mandir mencari info.
Sebelumnya memang aku telah mencari informasi dokter spesialis bedah yang wanita, tapi di kotaku belum ada, hampir semua yang praktek di Rumah sakit adalah dokter laki-laki. Dengan sedikit menghilangkan rasa risih, aku manut saja diperiksa pak dokter. Di ruang periksa ia hanya memeriksaku sebentar, dan dilanjutkan asistennya seorang perempuan yang menanyaiku lebih lanjut tentang keluhanku.
Setelah pemeriksaan selesai, aku duduk di depan meja dokter. Aku diam, dan menunggunya bicara. Lalu ia berkata, “mau langsung diambil atau USG dulu?”. Dalam hati aku berkata? “What??to the point banget sih pak. Masak mau langsung di ambil??”
Tapi aku tentu akhirnya memilih untuk melakukan USG dulu, untuk meyakinkan tentunya itu jenis benjolan apa. Dokter memberiku kertas untuk aku berikan ke bagian instalasi radiologi. Setelah menunggu cukup lama. Akhirnya namaku di panggil. Ruang pemeriksaan USG itu dingin sekali. Untungnya yang memeriksa seorang dokter perempuan. Aku disuruh membuka baju dan menggunakan selimut untuk menutupi tubuh.
Lalu saat alat USG yang sudah diberi gel khusus yang terasa dingin itu, aku disuruh membuka sedikit selimutku dan ia menggerak-gerakkan alat itu di daerah payudara hingga ketiak. Aku bisa melihat layarnya, meski tak paham apa arti gambarnya. Jika ia menemukan sesuatu yang tak biasa semacam benjolan, lalu ia memencet sebuah tombol dan terlihat di layar satu tangkapan gambar dan ia memberi keterangan pada gambar itu. pemeriksaan itu dilakukan sekitar selama 15 sampai 20 menit kala itu.
Pemeriksaan itu tak hanya ia lakukan di payudara kiriku yang terasa ada benjolannya, namun juga di payudara kanan. Saat ia memeriksa payudara kanan ia berkata, “kayaknya ini hasilnya di ambil besok mbak, soalnya saya masih ragu sama yang ini, saya mau konsultasikan dulu.”
Aku ikut kaget, apa ada yang aneh dengan payudara kananku juga? Apa yang terjadi?. Setelah itu aku menunggu konfirmasi di bagian depan pendaftaran radiologi tentang hasil USG ku. Katanya memang besok baru akan jadi, karena ada hal yang mau dikonsultasikan. Akhirnya aku kembali ke poli bedah dan mengatakannya, lalu bagian pendaftaran memberiku surat keterangan masih dalam perawatan dan menyuruhku kembali esok hari. Ah, rasanya hari itu masih ada yang mengganjal, karena pemeriksaan belum tuntas. Dan hasil belum jelas.
Esok harinya aku kembali ke RSUD, namun aku berangkat sendirian kali ini. Hari itu rencananya langsung ke instalasi radiologi untuk mengambil hasil USG, namun tak sesuai rencana. Sampai namaku di poli bedah di panggil, aku belum mendapatkan hasil USG nya, karena belum jadi. Akhirnya aku konfirmasi bagian poli bedah untuk minta izin ke instalasi radiologi untuk menunggu hasil USG nya sampai jadi, dan berharap bagian poli mau menerima keterlambatan pemeriksaanku agar tak di anggap gugur. Untungnya ibu bagian poli nya baik. Ia berkata “Iya santai aja mbak, nanti balik kesini aja.”.
Setelah itu aku meluncur kembali ke instalasi radiologi dan menanyakan hasil USG ku. Ibu bagian pendaftaran itu berkata agar aku menunggu sebentar karena hasil USG ku sedang di ketik dokter. Akhirnya aku menunggu sampai sekitar lebih dari 30 menit hingga namaku dipanggil bagian pendaftaran. Setelah ku pegang hasil USG itu, langsung aku menuju poli bedah. Sesampainya di bagian pendaftaran poli bedah, kuberikan hasil USG tersebut. Aku duduk kembali untuk menunggu dipanggil. Tak berapa lama akhirnya namaku di panggil.
Aku masuk ke ruang periksa, dan saat kulihat dokter dan asistennya seorang perempuan semua, aku sedikit lega. Hanya saja kecewa karena ditangani dokter yang berbeda. Saat membaca rekam medisku ia langsung menyuruhku berbaring dan menyuruhku membuka bagian dadaku. Lalu ia memeriksa benjolan di payudaraku. Pemeriksaan yang bu dokter itu lakukan cukup mendetail, tak seperti dokter laki-laki kemarin yang mungkin merasa sedikit risih harus memeriksa payudara wanita. Saar kutanya itu benjolan apa bu dokter menjawab,”Saya gak percaya sama hasil USG mbak, ini harus diambil”. Lalu aku bertanya lagi, “itu jinak atau ganas bu?”
“Saya gak bisa memastikan mbak kalo benjolannya gak diambil lalu diteliti lebih lanjut”. Mendengarnya perasaanku semakin bertumbuk-tumpuk ketakutan. Lalu di depan meja dokter aku duduk kembali.
“Jadi bagaimana? Mau diambil mbak?”
“Nanti saya berdiskusi sama keluarga dulu.”, jawabku lemas. “Terus saya dikasih obat bu?”, lanjutku.
“Iya saya kasih obat, tapi bukan untuk mengecilkan ya, benjolan itu tetap harus diambil.”
Dan saat itu aku masih diberi surat keterangan masih dalam perawatan. Yang artinya sebenarnya aku harus kembali lagi untuk periksa. Setelah itu aku langsung menuju antrian pengambilan obat di apotik. Syukurlah, antriannya tak terlalu lama. Dan aku bisa pulang sekitar jam setengah 12 siang dan kembali ke kantor untuk bekerja, karena waktu itu aku izin bekerja setengah hari.
Malamnya di rumah, aku cek hasil USG ku karena sebelumnya belum sempat ku baca sama sekali. Disana kutemukan tulisan, FAM. Kata yang sering aku lihat diberbagai artikel kesehatan tentang benjolan di payudara. Antara sedih dan sedikit lega. Karena FAM itu semacam tumor jinak. Dan menurut artikel di internet, FAM tak diketahui jelas penyebabnya dan banyak menjangkit wanita di masa dewasa muda dan usia produktif. Banyak yang menjelaskan bahwa FAM bukanlah gejala kanker atau memiliki risiko menjadi kanker, namun meski begitu, aku masih tak tenang. Karena tetap saja, benjolan itu adalah hal tak normal yang ada di dalam tubuhku dan aku ingin membuangnya. Tapi tak ingin dengan operasi. Bagaimana ini ya Allah....

Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar