November Pain itu…
Bulan November lalu tampaknya
banyak hal yang cukup menguras tenaga dan pikiran serta uang. Dimulai dari
opname-nya abah karena penyakit kencing batunya yang kumat dan akhirnya setelah
pemeriksaan lebih lanjut diketahui kalau ternyata ada pembesaran prostat
sekitar ±35 gr. Karena itulah beliau susah buang air kecil dan
terasa sangat sakit. Dan karena hal itu, dokter menyarankan operasi. Aku tak
pernah menyangka anggota keluargaku harus ada yang masuk ruang operasi.
Abah pun tak keberatan dengan
operasi, karena ia berharap bisa sehat kembali dengan operasi. Beliau memang
selalu semangat melakukan apapun agar bisa sembuh dari penyakit apapun yang
dideritanya. Operasinya sempat tertunda dikarenakan tekanan darahnya yang
tinggi, namun akhirnya di hari berikutnya beliau akhirnya bisa dioperasi.
Hasilnya lancar dan
selamat. Hanya saja pasca operasi membuatku sangat sedih karena kesakitan luar
biasa yang ia rasakan ketika mengeluarkan air seni meski itu masih dibantu alat
bernama “Kateter”.
Saat masa-masa perawatan abah,
aku juga sedang mengalami masa-masa haid yang tidak normal karena terlalu panjang masa
keluar darah haid itu, dan sudah meminta surat
rujukan pemeriksaan ke dokter
Spesialis Obgyn. Namun masih urung untuk segera aku
periksakan. Namun mengingat penyakit abah yang menjadi cukup parah karena
keterlambatan pemeriksaan. Maka akhirnya aku memeriksakan juga keluhanku ke
dokter spesialis Obgyn. Alhamdulillah hasilnya baik-baik saja setelah sempat diperiksa
dengan USG. Dokter hanya menyarankanku untuk tidak stress dan menjaga pola
makan. Serta ia hanya memberiku dua jenis obat, semacam vit.K dan obat yang
membantu pembekuan darah. Setelah itu Alhamdulillah darah haid ku mulai
berhenti keluar.
Surprise November (Benjolan)
Surprise biasanya memang
menyenangkan, namun surprise bulan November ini menakutkan. Ketika malam hari,
aku tak sengaja melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri), dan surprise nya
aku menemukan benjolan di payudara kiriku. Tentu itu membuat perasaanku tak
karuan kemana-mana. Pikiran buruk tentu langsung menyerbu otak. Dan setelah
mengetahui itu aku sempat cerita kepada umi. Beliau hanya bilang agar tiap
malam aku mengurutnya agar benjolannya hilang, mungkin itu karena faktor
kelelahan yang bertumpuk.
Tak puas dengan jawaban itu,
akhirnya aku mencari kontak teman perempuanku yang dulu pernah menjadi partner
saat bekerja sebagai asisten dosen. Dia pernah bercerita bahwa dia juga pernah
menemukan benjolan di payudaranya. Setelah menghubunginya ia berkata bahwa
benjolan itu masih, hanya saja sudah mengecil. Ia sempat periksa ke dokter
spesialis bedah umum yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah, dan dokternya
menyarankan ia untuk operasi. Namun ia tak memilih operasi. Entah treatment apa yang ia jalani sampai
benjolan itu bisa mengecil. Ia memberitahuku untuk mencari daun bernama daun Sindaguri. Dan menggunakannya untuk menyembuhkan benjolan itu.
Setelah mengetahui hal itu, aku
bertanya pada teman dan kerabat tentang daun itu. Namun tak ada yang tahu
maupun yang memilikinya. Hingga pada suatu hari aku melihat-lihat ke kebun
belakang rumah dan menemukan daun yang mirip dengan foto daun yang
temanku kirimkan. Akhirnya aku mengirimkan foto daun yang aku dapat itu ke
temanku untuk meminta konfirmasi apakah benar daun yang aku ambil
itu ialah daun yang ia maksud. Ia
akhirnya menjawab, sepertinya memang daun itu.
Lalu mulai hari itu aku
melakukan pengobatan sendiri dengan daun itu. Caranya yaitu dengan menumbuknya dan
dibubuhkan pada bagian yang terdapat benjolan semalaman. Setelah satu hampir
seminggu aku melakukannya, daerah sekitar payudara menjadi sangat gatal dan
benjolan itu menjadi sangat nyeri sekitar hampir seminggu. Dan itu membuatku
semakin panik, tapi aku masih urung untuk memeriksakannya ke dokter karena
bingung apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu, entah aku hanya bingung.
Sehingga aku hanya diam dan bersedih ketakutan.
Bak Petir di Januari
Benjolan itu tak terasa nyeri lagi setelah itu. Dan aku
mulai mengabaikan benjolanku. Namun
dimasa-masa sebelum mensku bulan januari, setiap pagi bangun tidur, payudaraku
terasa sangat pegal dan kadang nyeri. Aku pikir ini wajar, karena biasanya
sebelum mens, bagian payudara akan mengalami hal semacam itu dan terasa lebih
kencang dan sensitif.
Suatu sore umi tiba-tiba menanyakan tentang benjolan di
payudaraku. Ia bercerita bahwa tetangga kami ada yang beberapa minggu lalu
melakukan operasi tumor di payudara. Menurut cerita umi, ia sudah merasakan
benjolan itu sejak 2 tahun lalu, namun baru ada tindakan beberapa waktu lalu
karena dirasa sangat mengganggu. Lalu umi menyarankanku untuk segera
memeriksakannya dan jika memang harus dioperasi, maka tak masalah untuk di
operasi.
Akhirnya pada tanggal 8 januari, aku memeriksakannya ke
RSUD setempat, setelah sebelumnya telah aku periksakan ke dokter umum dan
beliau menyarankanku untuk memeriksakan lebih lanjut ke dokter spesialis bedah.
Kala itu aku ditemani mas Tun ( alias mas tunangan, heheh). Sebenarnya sedikit
risih dan banyak malunya harus membiarkan ia tahu tentang benjolan itu. Tapi
bagaimana, apa menyembunyikannya adalah pilihan terbaik? Mungkin kala itu dalam
pikiranku, menyembunyikan itu bukan pilihan yang baik. Dari pagi aku mengantri
mengambil nomor pendaftaran dan pendaftaran ke poli bedah. Karena itu pertama
kalinya aku periksa ke RSUD, jadi agak sedikit bingung dan mondar mandir
mencari info.
Sebelumnya memang aku telah mencari informasi dokter
spesialis bedah yang wanita, tapi di kotaku belum ada, hampir semua yang
praktek di Rumah sakit adalah dokter laki-laki. Dengan sedikit menghilangkan
rasa risih, aku manut saja diperiksa pak dokter. Di ruang periksa ia hanya
memeriksaku sebentar, dan dilanjutkan asistennya seorang perempuan yang
menanyaiku lebih lanjut tentang keluhanku.
Setelah pemeriksaan selesai, aku duduk di depan meja
dokter. Aku diam, dan menunggunya bicara. Lalu ia berkata, “mau langsung
diambil atau USG dulu?”. Dalam hati aku berkata? “What??to the point banget sih
pak. Masak mau langsung di ambil??”
Tapi aku tentu akhirnya memilih untuk melakukan USG
dulu, untuk meyakinkan tentunya itu jenis benjolan apa. Dokter memberiku kertas
untuk aku berikan ke bagian instalasi radiologi. Setelah menunggu cukup lama.
Akhirnya namaku di panggil. Ruang pemeriksaan USG itu dingin sekali. Untungnya
yang memeriksa seorang dokter perempuan. Aku disuruh membuka baju dan
menggunakan selimut untuk menutupi tubuh.
Lalu saat alat USG yang sudah diberi gel khusus yang
terasa dingin itu, aku disuruh membuka sedikit selimutku dan ia
menggerak-gerakkan alat itu di daerah payudara hingga ketiak. Aku bisa melihat
layarnya, meski tak paham apa arti gambarnya. Jika ia menemukan sesuatu yang
tak biasa semacam benjolan, lalu ia memencet sebuah tombol dan terlihat di
layar satu tangkapan gambar dan ia memberi keterangan pada gambar itu.
pemeriksaan itu dilakukan sekitar selama 15 sampai 20 menit kala itu.
Pemeriksaan itu tak hanya ia lakukan di payudara kiriku
yang terasa ada benjolannya, namun juga di payudara kanan. Saat ia memeriksa
payudara kanan ia berkata, “kayaknya ini hasilnya di ambil besok mbak, soalnya
saya masih ragu sama yang ini, saya mau konsultasikan dulu.”
Aku ikut kaget, apa ada yang aneh dengan payudara
kananku juga? Apa yang terjadi?. Setelah itu aku menunggu konfirmasi di bagian
depan pendaftaran radiologi tentang hasil USG ku. Katanya memang besok baru
akan jadi, karena ada hal yang mau dikonsultasikan. Akhirnya aku kembali ke
poli bedah dan mengatakannya, lalu bagian pendaftaran memberiku surat
keterangan masih dalam perawatan dan menyuruhku kembali esok hari. Ah, rasanya
hari itu masih ada yang mengganjal, karena pemeriksaan belum tuntas. Dan hasil
belum jelas.
Esok harinya aku kembali ke RSUD, namun aku berangkat
sendirian kali ini. Hari itu rencananya langsung ke instalasi radiologi untuk
mengambil hasil USG, namun tak sesuai rencana. Sampai namaku di poli bedah di
panggil, aku belum mendapatkan hasil USG nya, karena belum jadi. Akhirnya aku
konfirmasi bagian poli bedah untuk minta izin ke instalasi radiologi untuk menunggu
hasil USG nya sampai jadi, dan berharap bagian poli mau menerima keterlambatan
pemeriksaanku agar tak di anggap gugur. Untungnya ibu bagian poli nya baik. Ia
berkata “Iya santai aja mbak, nanti balik kesini aja.”.
Setelah itu aku meluncur kembali ke instalasi radiologi
dan menanyakan hasil USG ku. Ibu bagian pendaftaran itu berkata agar aku
menunggu sebentar karena hasil USG ku sedang di ketik dokter. Akhirnya aku
menunggu sampai sekitar lebih dari 30 menit hingga namaku dipanggil bagian
pendaftaran. Setelah ku pegang hasil USG itu, langsung aku menuju poli bedah.
Sesampainya di bagian pendaftaran poli bedah, kuberikan hasil USG tersebut. Aku
duduk kembali untuk menunggu dipanggil. Tak berapa lama akhirnya namaku di
panggil.
Aku masuk ke ruang periksa, dan saat kulihat dokter dan
asistennya seorang perempuan semua, aku sedikit lega. Hanya saja kecewa karena
ditangani dokter yang berbeda. Saat membaca rekam medisku ia langsung
menyuruhku berbaring dan menyuruhku membuka bagian dadaku. Lalu ia memeriksa
benjolan di payudaraku. Pemeriksaan yang bu dokter itu lakukan cukup mendetail,
tak seperti dokter laki-laki kemarin yang mungkin merasa sedikit risih harus
memeriksa payudara wanita. Saar kutanya itu benjolan apa bu dokter
menjawab,”Saya gak percaya sama hasil USG mbak, ini harus diambil”. Lalu aku
bertanya lagi, “itu jinak atau ganas bu?”
“Saya gak bisa memastikan mbak kalo benjolannya gak
diambil lalu diteliti lebih lanjut”. Mendengarnya perasaanku semakin
bertumbuk-tumpuk ketakutan. Lalu di depan meja dokter aku duduk kembali.
“Jadi bagaimana? Mau diambil mbak?”
“Nanti saya berdiskusi sama keluarga dulu.”, jawabku
lemas. “Terus saya dikasih obat bu?”, lanjutku.
“Iya saya kasih obat, tapi bukan untuk mengecilkan ya,
benjolan itu tetap harus diambil.”
Dan saat itu aku masih diberi surat keterangan masih dalam perawatan. Yang artinya sebenarnya aku harus kembali lagi untuk periksa. Setelah itu aku langsung menuju antrian pengambilan obat
di apotik. Syukurlah, antriannya tak terlalu lama. Dan aku bisa pulang sekitar
jam setengah 12 siang dan kembali ke kantor untuk bekerja, karena waktu itu aku
izin bekerja setengah hari.
Malamnya di rumah, aku cek hasil USG ku karena
sebelumnya belum sempat ku baca sama sekali. Disana kutemukan tulisan, FAM.
Kata yang sering aku lihat diberbagai artikel kesehatan tentang benjolan di
payudara. Antara sedih dan sedikit lega. Karena FAM itu semacam tumor jinak.
Dan menurut artikel di internet, FAM tak diketahui jelas penyebabnya dan banyak
menjangkit wanita di masa dewasa muda dan usia produktif. Banyak yang
menjelaskan bahwa FAM bukanlah gejala kanker atau memiliki risiko menjadi
kanker, namun meski begitu, aku masih tak tenang. Karena tetap saja, benjolan
itu adalah hal tak normal yang ada di dalam tubuhku dan aku ingin membuangnya.
Tapi tak ingin dengan operasi. Bagaimana ini ya Allah....
0 komentar:
Posting Komentar